Jakarta -
Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Jakarta Pusat (Jakpus) mengamankan tiga pelaku pemalsuan dokumen. Salah satu pelaku ialah warga negara asing (WNA).
"Kami telah mengamankan tiga pelaku di mana satu orang ini WNA yang diduga melakukan pembuatan paspor Indonesia di Kantor Imigrasi Jakarta Pusat, dan dibantu oleh dua warga negara Indonesia (WNI) untuk pembuatan paspor Indonesia," kata Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Pusat Ronald Arman Abdullah dilansir Antara, Sabtu (10/8/2024).
Para pelaku juga memalsukan keterangan saat melakukan permohonan Paspor Republik Indonesia (RI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham DKI Jakarta R Andika Dwi Prasetya menjelaskan kasus ini terungkap dari kecurigaan petugas pada Seksi Pelayanan dan Verifikasi Dokumen Perjalanan yang memberikan layanan terhadap permohonan paspor RI yang di duga dilakukan oleh WNA asal Cina berinisial CZ (61) pada Rabu (7/8).
Pada saat melakukan proses permohonan paspor RI, CZ didampingi oleh perempuan WNI berinisial JA (52) dan SS dengan mengajukan layanan Walk-in Prioritas. JA mengemukakan CZ merupakan lansia penyandang disabilitas yaitu tuna wicara.
Lalu, pihak customer service menerima berkas permohonan pengajuan paspor RI baru yang terdiri dari Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan Akta Lahir. Pada saat dilakukan wawancara, petugas menemukan adanya dugaan pemberian data yang tidak sah atau dipalsukan pada dokumen yang dilampirkan.
"Saat petugas melakukan scan QR Code pada dokumen milik CZ alias BC yaitu Kartu Keluarga (KK), hasil yang muncul yaitu data dengan nama orang lain serta tanggal pengeluaran Akta Kelahiran yang tidak tercantum bulan pengeluaran dokumen," kata Andika.
Kasi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Yuris Setiawan mengungkapkan atas perbuatannya ketiga terduga pelaku dijerat pasal 126 Huruf C Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian.
Ketiga pelaku juga harus menjalani proses persidangan, lalu jika proses tersebut sudah dijalankan maka untuk CZ akan diberikan tindakan administrasi keimigrasian berupa deportasi dan diberikan kebijakan tangkal sehingga tidak bisa masuk ke Indonesia lagi.
"Adapun ancaman hukumannya mencapai lima tahun penjara atau denda paling banyak sebesar Rp 500 juta," kata Yuris.
(jbr/azh)