Pemerintah diingatkan untuk menyediakan lapangan pekerjaan atau memberikan fasilitas yang dapat menjadi mata pencaharian untuk warga Pulau Rempang yang terdampak pembangunan Rempang Eco City.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menuturkan mata pencaharian menjadi hal yang sangat penting. Trubus melihat, selama ini pemerintah hanya menyoroti penyediaan hunian dan berbagai fasilitas pendukung seperti sarana pendidikan dan kesehatan. Tapi malah abai pada aspek yang akan membuat warga Pulau Rempang bersedia bertahan di tempat relokasi tetap.
"Pemerintah juga harus menyediakan lapangan pekerjaan. Selama ini kan yang disampaikan cuma dikasih pendidikan, kesehatan, fasilitas, sarana prasarana umum saja, tapi terkait lapangan pekerjaan enggak ada, (padahal) itu mesti ada," kata Trubus kepada kumparan, Minggu (8/9).
Sebelumnya, Badan Pengusahaan (BP) Batam membeberkan sebanyak 190 Kartu Keluarga (KK) dari total warga terdampak sebanyak 2.630 KK telah pindah ke tempat relokasi sementara dan akan segera menempati tempat relokasi tetap. Selain itu, ada 434 KK yang telah mendaftar untuk relokasi.
Trubus menyarankan, penyediaan lapangan pekerjaan bisa dengan menyediakan lahan pertanian, perkebunan atau menarik industri masuk ke area tersebut. Selain itu, menurutnya, penyediaan lapangan pekerjaan ini merupakan salah satu tanggung jawab negara terhadap warga terdampak. Sebab, tanpa adanya lapangan pekerjaan yang memadai di tempat relokasi tetap, akan membuat potensi warga untuk meninggalkan tempat relokasi tersebut semakin besar.
"Mereka kalau misalnya dipindah dan nggak ada pekerjaan ya bagaimana, nanti ujung-ujungnya tempat relokasi itu bisa jadi ditinggalkan oleh masyarakat kau makan yang pokok itu mata pencaharian, itu bagian dari tanggung jawab negara," tegas Trubus.
Di sisi lain, Trubus juga mengomentari besaran ganti rugi yang diberikan pemerintah terhadap warga terdampak, dengan rumah seharga Rp 120 juta, bertipe 45 dengan luas tanah 50 M2. Menurut dia besaran ganti rugi harus disesuaikan dengan aset yang dimiliki oleh warga.
"Harus disesuaikan dengan asalnya dulu, dari tingkat kepemilikan awal, kalau misalnya awalnya memang punya tanah yang luas ya harus mendapatkan ganti rugi yang luas juga," tutup Trubus.
Sebelumnya, seiring dengam pembangunan hunian di tempat relokasi tetap, warga yang tengah menempati tempat relokasi sementara ini diperbolehkan untuk mencari hunian secara mandiri, nantinya BP Batam akan memberi uang sewa secara rutin setiap bulan selama 12 bulan, sebesar Rp 1,2 juta. Artinya, warga punya pilihan untuk tinggal di rusun milik BP Batam atau tempat tinggal lain.