Jakarta -
Menemukan dirinya positif hamil menjadi momen paling bahagia bagi para wanita yang ingin memiliki buah hati. Yes, saatnya bersiap menjadi seorang ibu! Mulai dari perlengkapan bayi, hingga nama bayi yang lucu sudah dipersiapkan.
Tapi sayangnya, masa kehamilan tak melulu diisi kebahagiaan, apalagi ini menjadi masa yang rentan untuk para ibu hamil yang juga harus memperhatikan kesehatan janinnya selain kesehatan dirinya. Alhasil beban pikiran semakin bertambah seiring bertambahnya usia kehamilan yang justru dapat diikuti oleh masalah lainnya yang dapat menimbulkan risiko bagi ibu dan janin, seperti terjadinya gangguan irama jantung atau aritmia,.
Merujuk pada penjelasan dr. Manggala Pasca Wardhana, Sp.OG (K)-KFM, Dokter Kandungan Konsultan Fetomaternal di Mayapada Hospital Surabaya, kondisi artimia terjadi ketika ritme jantung tidak normal, baik menjadi terlalu cepat maupun terlalu lambat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biasanya jika ibu mengalami gejala tersebut, penting untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti pemeriksaan menggunakan EKG untuk memastikan kondisi denyut jantung. Namun gejala seperti ini jarang disadari oleh ibu hamil, sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan kesehatan ibu hamil secara rutin.
Menariknya, dr. Manggala ternyata pernah menemui kasus seperti ini. Ia menemukan kasus aritmia pada pasien yang sedang hamil anak keduanya dengan usia kandungan kurang lebih 3 bulan.
"Pada kasus ibu ini, dilakukan evaluasi kelainan pada janin yang dikandung melalui ultrasonografi (USG) fetomaternal. Ini dilakukan supaya dokter bisa mengidentifikasi kelainan yang mungkin terjadi pada janin. Lalu, karena ini adalah kasus aritmia, maka harus juga berkoordinasi dengan dokter spesialis jantung untuk mencari penyebab artimia," tutur dr. Manggala dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (8/8/2024).
Pada beberapa kasus, aritmia ini bisa membaik dengan sendirinya, tergantung penyebab yang ditemukan. Tetapi apabila aritmia tak kunjung membaik, maka ibu hamil perlu mendapat pengobatan anti-aritmia yang diberikan melalui koordinasi dokter spesialis jantung dan dokter kandungan.
"Dokter jantung akan memberikan obat anti-aritmia yang telah dipastikan aman bagi ibu dan janinnya. Jadi ini termasuk proses yang kompleks dan memerlukan sinergi dengan tim multidisiplin untuk mengatasi masalah seperti ini," ungkap dr. Manggala.
Dokter Rerdin Julario, SpJP(K), selaku Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia di Mayapada Hospital Surabaya, menyarankan untuk dilakukan tindakan ablasi jantung, karena obat anti-aritmia tidak memberikan hasil yang baik.
Seperti kata dr. Rerdin, ablasi jantung merupakan tindakan yang menggunakan energi panas untuk mengoreksi dan mengatasi gangguan irama jantung. Tindakan ini dilakukan untuk menghancurkan titik-titik terjadinya aritmia.
Biasanya, ablasi dilakukan menggunakan fluoroskopi atau sinar x-ray yang mengandung paparan radiasi untuk menemukan titik-titik aritmia. Namun, karena paparan radiasi dapat berbahaya untuk janin, sehingga diperlukan teknologi ablasi tanpa radiasi yang tersedia di Mayapada Hospital Surabaya.
"Untuk menghindari paparan radiasi, maka kami melakukan ablasi jantung non fluoroskopi. Di sini kami punya teknologi ablasi 2 dimensi (2D) dan 3 dimensi (3D) yang bisa mendeteksi titik yang akan diablasi tanpa perlu pemetaan menggunakan radiasi, jadi tidak ada paparan radiasi pada ibu hamil. Karena jelas, kami sangat memprioritaskan keamanan dan keselamatan ibu serta janin," ungkap dr. Rerdin.
Adapun teknologi ablasi dengan metode 2D ini berguna untuk mengevaluasi lokasi sumber aritmia dengan bantuan gambar dua dimensi, sedangkan metode 3D menggunakan gambar tiga dimensi yang lebih akurat. Tindakan ablasi jantung non fluoroskopi yang bebas radiasi ini pun dilakukan untuk menangani pasien.
"Awalnya saya dan keluarga khawatir dengan kondisi aritmia yang saya alami, namun dr. Rerdin menyarankan untuk melakukan tindakan ablasi, supaya di kemudian hari atau pada saat saya hamil besar, penyakitnya tidak akan memberat," begitu kata pasien.
Kekhawatiran pasien kini berubah menjadi rasa lega karena tindakan ablasi jantung berhasil dilakukan. Pasien sudah bisa beraktivitas kembali karena proses pemulihan yang cepat dan sudah melahirkan bayi yang sehat. Wow!
"Pasien sudah diperbolehkan untuk beraktivitas seperti biasa. Prosedurnya sama, pasien masuk rumah sakit sehari sebelum tindakan, pulang keesokan harinya, dan tidak ada pantangan makanan dalam hal ini," imbuh dr. Rerdin.
Mayapada Hospital Surabaya sendiri merupakan rumah sakit tempat Dokter Rerdin berpraktik, telah melakukan lebih dari 50 tindakan Electrophysiology Study (EP Study) dan Ablasi Jantung dalam 2 tahun terakhir, termasuk kasus aritmia pada ibu hamil dengan metode non fluoroskopi.
Tidak hanya di Mayapada Hospital Surabaya, penanganan gangguan irama jantung dengan ablasi juga dapat dilakukan di Mayapada Hospital Tangerang bersama dokter ahli lainnya seperti Dr. Agung Fabian, SpJP(K), Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Aritmia dan Dr.dr. Pudjo Rahasto , Sp.JP (K), FIHA, FSCAI, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Jantung Intervensi, beserta kolaborasi tim multidisiplin dan fasilitas penunjang terkini.
Sebagai rumah sakit berstandar internasional, Mayapada Hospital memiliki layanan unggulan Cardiovascular Center sebagai pusat layanan kesehatan terpadu khusus untuk menangani penyakit jantung yang dilengkapi dengan dokter spesialis dan subspesialis yang ahli, peralatan canggih dengan teknologi terkini dan menyediakan layanan kegawatdaruratan jantung yakni Cardiac Emergency yang selalu siaga 24 jam.
Selain itu, Mayapada Hospital memiliki layanan unggulan Obstetrics & Gynecology Center yang menyediakan pelayanan komprehensif untuk wanita segala usia, termasuk termasuk kehamilan dengan risiko tinggi, gangguan kesehatan reproduksi, tumor dan kanker kandungan, hingga perawatan menopause.
(ncm/ega)