Kementerian ESDM akhirnya buka suara terkait rencana operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jawa Unit 9-10 yang ramai ditentang masyarakat.
Penolakan masyarakat terhadap operasional PLTU tersebut ramai dibahas di media sosial X. Yayasan Trend Asia mencuit terkait PLTU Jawa Unit 9-10 yang terletak di Banten ini berkapasitas 2000 megawatt (MW).
"Padahal, pembangunan ini tidak dibutuhkan karena pasokan energi di grid Jawa-Bali telah kelebihan pasokan (oversupply)," tulis akun X @trend_asia, dikutip Jumat (20/9).
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu, menyebutkan bahwa saat ini kondisi kelebihan pasokan sistem Jawa Bali Madura (Jamali) sudah mulai membaik.
"Sekarang sudah pas lah ya, mudah-mudahan tahun depan sudah habis, hitung-hitungan kita ya. Tadinya cuma Jawa Bali saja karena pertumbuhan di Jawa Bali sekarang pesat sekali," jelasnya kepada awak media di kantor Kementerian ESDM, Jumat (20/9).
Jisman mengatakan, permintaan listrik saat ini meningkat terutama dengan adanya pembangunan data center yang membutuhkan energi besar. Meski begitu, dia tidak menyebutkan data center mana saja.
Dengan konsumsi listrik yang semakin meningkat, dia mengakui Indonesia membutuhkan lebih banyak pembangunan pembangkit listrik yang akan terfasilitasi dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2034 yang masih digodok.
"Sebagian besar konsumen data center besar sekali. Jadi kita harus balap-balapan dengan pembangkit yang baru makanya kita lagi siapkan RUPTL," tandas Jisman.
Meski demikian Jisman enggan membeberkan data terakhir soal kondisi kelebihan pasokan di sistem Jamali. Dia hanya memastikan selisihnya tidak terlampau jauh.
Adapun Kementerian ESDM mencatat kelebihan pasokan listrik sistem Jawa Madura Bali berada di level 4 gigawatt (GW) di akhir 2023, membaik dari posisi akhir tahun 2022 sebesar 7 GW.
Berdasarkan catatan kumparan, per akhir Juli 2024, progres pembangunan konstruksi Ultra Super Critical atau PLTU Jawa 9 dan 10 itu sudah mencapai 80 persen lebih dan ditargetkan rampung pada tahun 2025.
PLTU tersebut nantinya menjadi pembangkit listrik pertama di Indonesia yang menggunakan amonia hijau serta hidrogen hijau mendampingi batu bara dalam proses produksinya.