Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai KPK tengah memperlihatkan gelagat tak mau memeriksa Kaesang Pangarep untuk mengusut kasus dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi ke Amerika Serikat (AS).
Gelagat ini dapat dilihat dari lambatnya penanganan dugaan kasus gratifikasi penggunaan jet pribadi Kaesang oleh KPK. Kedatangannya mengklarifikasi penggunaan jet pribadi ke KPK beberapa waktu lalu dinilai sekadar formalitas.
"Kami mengkritik bagaimana KPK cukup lama untuk merespons, untuk memeriksa Kaesang. Kami melihat bahwa kedatangan Kaesang pada beberapa waktu lalu untuk mengklarifikasi, itu sekadar formalitas, karena yang digali oleh direktorat gratifikasi di bawah deputi pencegahan itu tidak cukup menggali keterangan yang lebih lengkap," kata Peneliti ICW Dicky Anandya di Kota Denpasar, Jumat (20/9).
KPK dinilai sudah sepantasnya menindaklanjuti dua aduan masyarakat tentang perkara dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi Kaesang. Apalagi, salah satu alat bukti yang dilampirkan terlapor adalah adanya surat kerja sama antara petinggi perusahaan e-commerce dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.
KPK diharapkan mencari kebenaran atau benang merah antara kerja sama tersebut dengan posisi Kaesang sebagai adik dari Gibran Rakabuming Raka, Bupati Pemkot Solo sekaligus Wapres terpilih Indonesia perindo 2024-2025.
"Harus digali apakah kemudian adakah keterkaitan pemberian pemberian gratifikasi dengan jabatan yang melekat pada ayahnya Kaesang yang merupakan Presiden RI atau kakaknya Kaesang yang merupakan Wali Kota Solo, yang juga wakil presiden terpilih," katanya.
Selain itu, berdasarkan informasi publik, Kaesang bersama istri, Erina Gudono sudah berkali-kali menggunakan jet pribadi yang sama.
Menurutnya, KPK ogah mengusut dugaan kasus gratifikasi Kaesang karena Ketum PSI itu anak Presiden Jokowi. Sesuai UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK disebutkan Presiden Jokowi membawahi kepemimpinan di rumpun eksekustif.
"Ini bisa dipahami atau bisa diasumsikan karena menimbulkan insinuasi, ini adalah dampak buruk dari revisi UU KPK. Di mana KPK itu hasil revisinya masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif, artinya dia di bawah presiden," kata Dicky.
"Jadi kuat dugaan KPK enggan untuk memeriksa Kaesang karena dia adalah anak presiden. Anak dari atasannya secara langsung," sambungnya.
Dicky menilai pucuk pimpinan KPK di bawah presiden membuatnya kehilangan independensi dalam mengusut kasus korupsi. KPK bahkan diduga takut mengusut dugaan kasus gratifikasi Kaesang.
"Persoalan UU yang menempatkan KPK di bawah kekuasaan eksekutif, di bawah presiden. Ini setidaknya mengindikasikan bahwa independensi KPK sudah tidak lagi, sudah (tidak) ada secara kelembagaan karena mereka rasanya agak takut untuk memeriksa anak dari presiden," katanya.
KPK diharap berani mengusut dugaan kasus gratifikasi penggunaan jet pribadi Kaesang. Hal ini karena perbuatan Kaesang bisa menjadi pembenaran bagi pejabat publik lainnya. Menurutnya, pejabat publik menerima gratifikasi melalui anak, istri, dan keluarganya demi terhindar dari jeratan hukum.
"Saya kira kalau KPK tidak berani mengusut perkara penerimaan gratifikasi oleh Kaesang ini akan menjadi preseden buruk ke depan. Ini akan dinormalisasi oleh pejabat-pejabat publik yang lain," katanya.