Jakarta -
Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyampaikan komitmen Polri untuk memerangi peredaran narkoba. Dia mengatakan Polri tak akan berhenti menangkap para pengedar narkoba.
"Pesan pada para pelaku di luar sana bahwa kami tidak akan berhenti dengan hanya menangkap pelaku dan pengedar narkoba," kata Komjen Wahyu dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Kamis (18/9/2024).
Dia mengatakan Polri akan mengejar aset para bandar narkoba. Polri juga akan mengusut tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari para bandar narkoba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan kejar sampai aset-asetnya. Kami akan lakukan TPPU," ucapnya.
Komjen Wahyu mengatakan bahwa seluruh jajaran Polri sampai tingkat daerah akan mengusut dugaan TPPU setiap pengungkapan kasus narkoba. Dia mengatakan upaya tersebut untuk melindungi masyarakat dari bahaya narkoba.
"Hanya dengan memiskinkan mereka insyaallah kita bisa memberikan perlindungan kepada seluruh masyarakat Indonesia dari bahaya narkoba khususnya pada generasi muda," katanya.
TPPU Rp 2,1 T dari Narkoba Dibongkar
Bareskrim Polri membongkar dugaan TPPU hasil peredaran gelap narkoba senilai Rp 2,1 triliun. Peredaran narkoba ini diduga dikendalikan oleh narapidana kasus narkoba berinisial HS.
Kasus ini terungkap berkat kerja sama Polri dengan Ditjen PAS, Bea Cukai, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan PPATK. Dari hasil join operation ini, sebanyak 8 tersangka ditangkap.
"Melalui sebuah kerja sama join operation bersama ini, kita bisa melaksanakan pengungkapan tidak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh tersangka HS. Di mana pengungkapan ini berawal dari informasi yang diberikan oleh Pak Dirjen Pemasyarakatan, Pemasyarakatan Kementerian Pembangunan, di mana ada narapidana yang sering membuat onar di Lapas Tarakan Kelas II A atas nama A bin A alias H32 alias HS, yang bersangkutan merupakan terpidana kasus narkotika yang dihukum mati," jelas Komjen Wahyu.
Wahyu mengatakan HS merupakan narapidana di Lapas Tarakan yang divonis mati. Namun, hukuman HS diperingan menjadi 14 tahun setelah ia mengajukan banding. Dia adalah pengendali narkoba di wilayah Indonesia bagian Tengah.
"Terpidana atas nama HS terindikasi masih melakukan pengendalian peredaran Narkotika, terutama di wilayah Indonesia bagian Tengah. Terutama di wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali dan Jawa Timur," katanya.
HS telah beroperasi sejak 2017 hingga 2023. Selama kurun tersebut, dia telah memasukkan berton-ton narkoba ke Indonesia.
"Dari hasil penyelidikan, Terpidana HS telah beroperasi sejak tahun 2017 hingga tahun 2023, selama kurun waktu tersebut dia telah memasukkan narkotika jenis sabu dari wilayah Malaysia sebanyak lebih dari 7 ton sabu," katanya.
HS dibantu oleh delapan orang kaki tangannya. Berikut identitas 8 anak buah HS dan perannya:
1. T (pengelola uang hasil kejahatan)
2. MA (pengelola aset hasil kejahatan)
3. SY (pengelola aset hasil kejahatan)
4. CA (membantu pencucian uang)
5. AA (membantu pencucian uang)
6. NMY (Adik AA, membantu pencucian uang)
7. RO (membantu pencucian uang dan upaya hukum)
8. AY (kakak RO, membantu pencucian uang dan upaya hukum).
"Dari hasil analisis keuangan oleh PPATK, perputaran uang selama beroperasi melakukan jual beli narkoba yang dilakukan oleh kelompok HS tersebut mencapai Rp 2,1 triliun, yang kemudian sebagian uang digunakan untuk membeli aset-aset," tuturnya.
(jbr/aik)