Pengusaha melihat dampak populasi kelas menengah terus menurun sejak 2018. Tren penurunan populasi ini tentu saja berdampak terhadap kinerja ritel di Indonesia. Kelas menengah di Indonesia mencakup sekitar 52 juta jiwa dan mewakili 18,8 persen dari total populasi pada 2023.
Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, mencermati kelas menengah yang turun kasta menjadi kelas menengah bawah akan cukup berdampak pada kinerja ritel.
"Yang kita khawatirkan kelas menengah bawah," kata Budihardjo usai konferensi pers Indonesia Ritel Summit (IRS) dan Hari Belanja Diskon Indonesia (HBDI) di Jakarta Convention Centre (JCC) Senayan, Jumat (9/8).
Menurut dia, masyarakat kelas menengah justru menahan belanja di dalam negeri dan lebih memilih berbelanja ke luar negeri. Sebab, barang-barang impor di Tanah Air dibanderol dengan harga tinggi.
"Kelas menengah saya lihat mereka belanja ke Malaysia, ke luar negeri, karena barang kita mahal, barang impornya," katanya.
Laporan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI menyebut kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan.
Kelas menengah memegang peran penting bagi penerimaan negara, menyumbang 50,7 persen dari penerimaan pajak. Sementara calon kelas menengah menyumbang 34,5 persen.
Kontribusi ini penting untuk mendanai program pembangunan publik, termasuk investasi infrastruktur dan sumber daya manusia.
“Jika daya beli kelas menengah menurun, hal ini dapat memaksa mereka untuk berpindah ke calon kelas menengah atau rentan, mengurangi peran mereka sebagai kontributor pajak dan meningkatkan ketergantungan mereka pada dukungan fiskal,” tertulis dalam riset LPEM FEB UI Indonesia Economic Outlook 2024 Triwulan III 2024.
Saat ini, lebih dari separuh pekerja kelas menengah berada di sektor jasa bernilai tambah rendah. Walaupun jumlahnya menurun signifikan dalam 10 tahun terakhir, sebagian besar kelas menengah yang keluar dari sektor jasa bernilai tambah rendah justru masuk ke sektor dengan tingkat produktivitas rendah yang lain, yaitu pertanian.
Untuk mencapai tujuan ambisius menjadi negara maju pada tahun 2045, kebijakan harus berfokus membantu calon kelas menengah bertransisi dan mempertahankan daya beli kelas menengah saat ini.
“Jika tidak segera diatasi, calon kelas menengah dan kelas menengah mengalami risiko tinggi mendapatkan penghasilan yang rendah dan buruknya kualitas pekerjaan di masa mendatang,” ungkap LPEM FEB UI dalam laporan tersebut.