Jakarta -
Di Pasar Pecinan Semarang, masih ada satu profesi yang awet, yakni Mbok Gendhong. Bahkan, puluhan Mbok Gendhong masih siap siaga membantu para pembelanja.
Tidak hanya membantu membawakan barang belanjaan, Mbok Gendhong juga bisa menjadi guide terbaik untuk mencarikan barang-barang yang dibutuhkan oleh pembeli. Tak Salah memang, karena pasar adalah tempat sehari-hari dari Mbok Gendhong.
Mbok Gendhong merupakan sebutan bagi penjual jasa membawakan belanjaan pembeli di pasar tradisional khususnya Pasar Gang Baru yang ada di kawasan Pecinan Semarang. Tak hanya membawakan belanja, Mbok Gendhong juga lihai memilih buah atau sayur untuk puannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pekerjaan itu disebut Mbok Gendhong karena pelakunya merupakan ibu-ibu yang biasa membawa wadah bambu dengan cara digendong. Berbeda dengan kuli panggul yang biasa menunggu bongkar muat barang, Mbok Gendhong mengkhususkan diri menemani para pengunjung pasar berbelanja.
Sugimarti (64) bahkan rela setiap hari datang dari rumahnya di Buyaran, Demak, pagi-pagi buta untuk menjadi Mbok Gendhong di Pasar Gang Baru. Rutinitas itu, tetap dia lakoni sejak usianya menginjak 20 tahun.
"Dari Buyaran ada sekitar 50 orang di sini," katanya saat ditemui di Pasar Gang Baru, Kecamatan Semarang Tengah, Jumat (9/8/2024).
Dia melakukan pekerjaan itu karena mengikuti ibunya yang lebih dulu menjadi Mbok Gendhong. Ibunya sendiri bisa menjadi Mbok Gendhong karena melihat usahanya sebagai pedagang sayur di Pasar Johar kurang menghasilkan.
"Ibu dulu dagang sayur di Johar tapi modalnya habis, terus saya diajak jadi Mbok Gendhong. Kalau sekarang ibu sudah di rumah aja, udah 3 tahunan di rumah soalnya sudah pikun," jelasnya.
Puluhan tahun menjadi Mbok Gendhong, Sugimarti tak pernah berpikir untuk beralih dengan pekerjaan lain. Menurutnya, hasil dari menjadi Mbok Gendhong cukup lumayan.
Dia memang tak mematok tarif untuk sekali menemani belanja. Namun, biasanya pengunjung akan memberi Rp 15-25 ribu ketika memakai jasa Mbok Gendhong.
Kerja hingga pukul 12.00 WIB, dia bisa membawa pulang Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per hari. Bahkan ada hari-hari khusus di mana penghasilannya melebihi itu.
Beberapa Mbok Gendhong juga telah memiliki pelanggan khusus. Biasanya, yang menjadi pelanggan adalah pemilik restoran yang harus berkeliling dan akan berbelanja dengan jumlah cukup besar.
"Nggak ada yang minta (ditemani) juga pernah, tapi jarang paling sekali dua kali. Kalau gitu ya pulangnya ngutang dulu, pulang pergi kan Rp 25 ribu," katanya.
Jumlah penghasilan yang dinilai lumayan itu juga yang membuat Warsiem (47) ikut-ikutan untuk menjadi Mbok Gendhong. Dia yang berasal dari Desa Karangmojo, Sukoharjo bahkan rela ngekos untuk tinggal di Semarang demi menjadi Mbok Gendhong.
Sudah 10 tahun terakhir ini dirinya menjadi Mbok Gendhong. Pilihan itu diambil karena melihat tetangganya yang kerap membawa uang banyak ketika pulang dari Semarang.
"Di Solo nggak ramai, ramai sini, kalau di sini kan yang belanja Chinese biasanya butuh Mbok Gendhong, kalau di Solo nggak ada," ungkapnya.
10 tahun menjadi Mbok Gendhong, dia mengaku sudah bisa membantu suaminya membangun rumah dan menikahkan kedua anaknya. Kini, dia memilih tetap menjadi Mbok Gendhong karena tak ingin membebani anak-anaknya.
"Anak-anak kan sudah punya keluarga sendiri-sendiri, suami juga cuma buruh di sawah," ujarnya.
______________________
Baca sejarah lengkap Mbok Gendong di detikJateng
(wkn/wkn)