Jakarta -
Jaksa KPK menghadirkan saksi bernama Dewa Putu Santika dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek sistem proteksi TKI pada Kemnaker tahun 2012. Dalam kesaksiannya, Dewa mengungkap temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 6 miliar dalam pengadaan sistem tersebut.
"Izin, Yang Mulia, saya bacakan seluruh poin (BAP) nomor 9. 'Dapat saya jelaskan bahwa Karunia pernah menyampaikan kepada saya bahwa terdapat temuan, indikasi negara sebesar Rp 6 miliar dari BPK. Demikian baru saya tahu ada yang tidak benar dalam paket pekerjaan ini sehingga saya menyampaikan kepada Karunia untuk membayar kas negara terkait temuan itu. Setelah itu, saya dilaporkan bahwa pembayaran temuan BPK itu sudah lunas dan dibayarkan ke negara'. Betul itu ya?" tanya jaksa KPK setelah membacakan BAP Dewa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2024).
"Iya, betul," jawab Dewa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karunia yang dimaksud merupakan Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) selaku pemenang lelang pengadaan proyek sistem TKI di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker). Dewa bekerja sebagai supporting untuk PT AIM.
Hakim anggota Alfis Setyawan juga mendalami keterangan Dewa terkait temuan BPK tersebut. Dewa mengatakan Karunia yang menyampaikan langsung terkait temuan tersebut.
"Karunia menghubungi Saudara?" tanya hakim.
"Betul," jawab Dewa.
"Terus apa yang disampaikan?" tanya hakim.
"Ada temuan dari BPK," jawab Dewa.
"Terus?" tanya hakim.
"Ayo meeting dong, saya nggak mau, bukan tugas saya," jawab Dewa.
Dewa mengatakan Karunia menyampaikan temuan BPK itu telah dibayar dengan cara dicicil. Namun dia mengaku tak tahu pasti apakah temuan BPK Rp 6 miliar itu sudah lunas dibayarkan atau belum.
"Terakhir Rp 6 miliar itu terbayar semuanya? Kan tadi cicil soalnya gitu, kan?" tanya hakim.
"Infonya itu Pak Karunia telepon saya, cuma itu saja. 'Akhirnya gue bayar, gue cicil'," jawab Dewa.
"Iya, lunas nggak? Terlunasi nggak sejumlah Rp 6 miliar?" tanya hakim.
"Nggak tahu saya," jawab Dewa.
Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Reyna Usman didakwa merugikan keuangan negara senilai Rp 17,6 miliar terkait kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI di Kemnaker. Jaksa KPK mengatakan pembayaran pekerjaan proyek sistem proteksi TKI itu telah dilakukan 100 persen ke pemenang lelang, yakni Karunia selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM).
"Bahwa meskipun pekerjaan Pengadaan Sistem Pengawasan dan Pengelolaan Data Proteksi TKI belum selesai, akan tetapi pada tanggal 17 Desember 2012 Terdakwa I Nyoman Darmanta tetap menyetujui dilakukan pembayaran 100 persen kepada Karunia selaku Direktur PT AIM dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) nomor 00314 dengan nilai sebesar Rp 14.094.181.818,00. Selanjutnya berdasarkan SP2D nomor 623549B/088/110 tanggal 21 Desember 2012, pembayaran diterima oleh Karunia," kata Jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Kamis (13/6).
Jaksa mengatakan Karunia juga telah menerima pembayaran uang muka sebesar 20 persen atau Rp 3.588.263.637 dari nilai kontrak yang telah dipotong pajak pada 7 Desember 2012. Jaksa mengatakan hasil pemeriksaan Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) ditemukan barang pekerjaan pada sistem proteksi TKI itu tak sesuai dengan spesifikasi.
Jaksa mengatakan sistem proteksi TKI itu juga tak bisa digunakan. Jaksa mengatakan sistem itu tak dapat dimanfaatkan negara sesuai tujuan pengadaan meski pembayaran pekerjaan telah dilakukan 100 persen.
Dugaan korupsi ini telah merugikan keuangan negara senilai Rp 17,6 miliar. Tiga terdakwa dalam kasus ini adalah Reyna Usman; pejabat pembuat komitmen pengadaan sistem proteksi TKI tahun 2012, I Nyoman Darmanta; serta Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM), Karunia.
(mib/haf)