Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma, Muchamat Hikmat, mengungkapkan adanya dugaan aliran uang sebesar Rp 1 miliar ke untuk mengamankan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait proyek pembangunan jalur Kereta Api (KA) Besitang-Langsa.
Hal itu diungkapkannya ketika dihadirkan dalam sidang secara virtual dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (13/9). Hikmat bersaksi untuk terdakwa Nur Setiawan Sidik, Amanna Gappa, Arista Gunawan, dan Freddy Gondowardojo.
Hikmat adalah pemenang tender proyek jalur KA tersebut. Ia mengaku harus memberikan commitment fee sebesar 8-10 persen dari total nilai proyek untuk pejabat pembuat komitmen (PPK) dan kuasa pengguna anggaran (KPA).
"Kalau untuk pembagiannya Saudara mengetahui? dari 8 persen itu untuk porsinya PPK berapa? untuk KPA berapa?" tanya jaksa.
"Saya tidak mengetahui itu untuk pembagian," kata Hikmat.
Jaksa kemudian bertanya soal adanya aliran dana ke BPK sebesar 1,5 persen dari total nilai proyek. Nilai proyek pembangunan jalur KA itu diketahui senilai Rp 10,250 miliar.
"Apakah Saudara pada waktu itu juga diminta untuk, diminta oleh PPK untuk biaya pemeriksaan dari BPK, Pak?" tanya jaksa.
"Waktu itu diminta, Yang Mulia," ungkap Hikmat.
"Diminta berapa waktu itu, Pak?" tanya jaksa memperdalam.
"Jadi gini, Yang Mulia. Tadi 8 sampai 10 itu, itu sudah termasuk 1,5 persen untuk pemeriksaan," jelas Hikmat.
"Jadi 8-10 persen, 1,5 persennya untuk pemeriksaan?" cecar jaksa.
"Kurang lebihnya segitu, Pak," balas Hikmat.
Jaksa lantas menggali lebih jauh soal nilai 1,5 persen yang dimaksud.
"Untuk jumlah sendiri, jumlahnya sendiri untuk biaya pemeriksaan itu apakah Saudara mengetahui?" tanya jaksa.
"Lupa, Yang Mulia," beber Hikmat.
"Di dalam BAP Saudara, Saudara menyebutkan Rp 1.000.046.000?" tanya jaksa.
"Iya, itu mungkin, Yang Mulia," kata Hikmat.
"Betul itu?" cecar jaksa.