Jakarta - Pemerintah terus mendorong pembangunan green smelter yang mengedepankan praktik berkelanjutan. Apalagi dengan melihat besarnya dampak industri pertambangan terhadap lingkungan.
Aktivitas pertambangan disebut menimbulkan polusi dan erosi, mencemari air hingga menyebabkan masalah kualitas udara. Hal ini turut diakui oleh Business Development Manager PT Sucofindo Bima Iriantika.
Dalam talkshow 'Teknologi Ramah Iklim: Green Smelter' di acara Festival LIKE 2 yang digelar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bima menekankan segala aktivitas pembangunan akan berdampak ke lingkungan sekitar, termasuk pengembangan smelter.
"Artinya ketika smelter dibangun, semakin diperbesar, diperbanyak, tentunya efeknya akan makin besar," katanya, Sabtu (10/8/2024).
Dia menjelaskan terdapat 3 pilar prinsip green smelter. Pertama yakni optimasi dan efisiensi energi. Menurutnya efisiensi energi menjadi hal mutlak yang harus dilakukan.
"Efisiensi energi itu sudah mutlak dilakukan gimana caranya. Gunakan bahan baku yang baik. Kemudian coba enhance teknologinya," jelasnya.
Lalu nomor dua yaitu efisiensi air, dan terakhir mendorong efisiensi bahan baku agar menekan sampah yang dihasilkan.
"Inti dari 3 ini kita baru bisa ngomong segala sesuatu bisa menjadi berkelanjutan. Karena kita nggak ada sisa waste, nggak ada energi yang terbuang, nggak ada air yang tidak terpakai 2 kali," jelasnya.
Dia pun menyarankan perusahaan yang bergerak di industri mineral agar memanfaatkan teknologi ramah energi terbaru. Langkah tersebut demi mendukung pengembangan green smelter yang berkelanjutan.
(anl/ega)