Jakarta -
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyebutkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menawarkan lebih dari sekadar perlindungan bagi pekerja rumah tangga dan informal. Namun juga menghadirkan banyak manfaat lainnya.
"Penuntasan pembahasan RUU PPRT merupakan pekerjaan rumah yang penting, karena saya khawatir tidak selesai. Semua pihak harus upayakan RUU ini bisa tuntas, atau paling tidak bisa dilanjutkan pembahasan ke periode selanjutnya," kata Lestari Moerdijat dalam keterangan, Rabu (28/8/2024).
Menurutnya, hadirnya UU PPRT itu merupakan sebuah keniscayaan. Meski mekanisme perlindungan yang saat ini diperjuangkan pada RUU PPRT sebetulnya masih banyak hal yang perlu mendapat perhatian dan campur tangan para pemangku kepentingan agar mewujudkan jaminan sosial yang bisa diaplikasikan pada para pekerja rumah tangga dan informal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut diungkapkan olehnya saat membuka diskusi daring bertema 'Bedah RUU PPRT: Implementasi BPJS Ketenagakerjaan dalam Melindungi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Pekerja Sektor Informal', hari ini.
"Per 2024, cakupan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan kelompok pekerja bukan penerima upah terbilang rendah, yaitu 11% dari total pekerja informal yang sebesar 82,67 juta orang," jelasnya.
Menurutnya, salah satu kendalanya, karena program jaminan sosial ketenagakerjaan tidak dikenal, sehingga pemberi kerja enggan mendaftarkan pekerja sebagai peserta penerima manfaat.
Dia mengatakan kriteria pekerja yang dikelompokkan menjadi penerima upah dan bukan penerima upah juga menjadi bagian dari kendala yang dihadapi para pekerja rumah tangga untuk mendapatkan hak dan perlindungan.
"Para pemberi kerja harus mampu memahami, mengerti dan menerapkan sejumlah mekanisme jaminan ketenagakerjaan kepada para pekerjanya," ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani mengungkapkan sejak awal RUU PPRT yang disampaikan JALA PRT tidak sama dengan pengaturan pekerja rumah tangga yang diterapkan di luar negeri.
"Namun, sampai saat ini banyak pihak yang khawatir bahwa RUU PPRT akan melahirkan peraturan ketenagakerjaan yang tidak mudah untuk diterapkan di dalam negeri. Akibatnya, sampai saat ini para pekerja rumah tangga di Indonesia belum mendapatkan mekanisme perlindungan yang layak," ungkap Irma.
Menurutnya, dampaknya pekerja migran dari Indonesia bila mendapat permasalahan di luar negeri akan sulit untuk mengatasinya.
"Terkait proses pembahasan RUU PPRT perlu dorongan yang kuat dari para pemangku kepentingan agar dapat dilanjutkan pembahasannya pada periode keanggotaan DPR selanjutnya," jelasnya
Sekretaris Jenderal untuk Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia Anwar Sanusi mengungkapkan pada tahun lalu pihaknya optimistis bahwa pembahasan RUU PPRT akan segera menjadi undang-undang.
Namun, karena terjadi sejumlah dinamika di parlemen, sampai hari ini pembahasan RUU PPRT masih tersendat. Padahal kehadiran UU PPRT sangat terkait dengan upaya membangun sistem perlindungan sosial ketenagakerjaan.
"Sampai saat ini masih terjadi kekosongan pengaturan di sektor ketenagakerjaan informal, seperti pada pekerja rumah tangga," tutup Anwar.
(ncm/ega)